Kabar Terbaru

Diberdayakan oleh Blogger.

Tokoh Pers Nasional Sebut Konstitusi Lebih Tinggi dari Maklumat Kapolri

Maklumat Kapolri yang sedang diperbincangan komunitas pers nasional dinilai dapat mengamputasi demokrasi. Tidak hanya membahayakan kehidupan pers, namun juga mengabaikan hak masyarakat yang dilindungi konstitusi.
Ilham Bintang. 

JAKARTA, Kabar7.ID — Maklumat Kapolri yang sedang diperbincangan komunitas pers nasional dinilai dapat mengamputasi demokrasi. Tidak hanya membahayakan kehidupan pers, namun juga mengabaikan hak masyarakat yang dilindungi konstitusi.

Diketahui, Maklumat Kapolri Nomor Mak 1/I/2021 yang ditandatangani Kapolri Jenderal Idham Aziz pada Jumat, 01 Januari 2021, melarang masyarakat mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait  FPI.

Baca juga: Kapolri Terbitkan Maklumat Larangan Kegiatan dan Atribut FPI

Berbagai organisasi pers seperti Dewan Pers, PWI, AJI, IJTI, AMSI dan JMSI pun telah menyampaikan keberatan terhadap Maklumat Kapolri itu.

Tokoh Pers Nasional yang juga Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ilham Bintang mengatakan, secara legalistik formal, Konstitusi jauh lebih tinggi derajatnya dibandingkan Maklumat Kapolri.

“Masyarakat Pers tidak boleh terganggu hanya pada waktu kebebasannya terganggu, tetapi juga mestinya menyuarakan juga perlindungan hak konstitusi kelompok masyarakat lain,” ujar Ilham Bintang lagi.

Ilham Bintang juga mengingatkan perusahaan media siber yang tergabung dalam berbagai organisasi seperi AMSI dan JMSI untuk melaksanakan fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan negara, sesuai fungsi kemitraan yang dikembangkan selama ini.

“Jangan ada keraguan sedikit pun untuk melakukan investigasi terhadap suatu peristiwa demi kepentingan publik.  Khususnya terkait keputusan pembubaran FPI,” ujar pemilik Cek N Ricek ini.

Di sisi lain, Ilham Bintang juga mengkritisi istilah “diskresi Kepolisian” yang juga digunakan di dalam Maklumat itu. 

Baca juga: Munarman FPI Membangkang, Polri Akan Seret Menantu Rizieq Shihab Otak Cyber Teroris

Istilah ini memiliki kelemahan karena diskresi adalah pengambilan keputusan berdasarkan penilaian subyektif.

“Padahal dalam konteks penegakan hukum, keputusan bersalah atau tidak, harus berdasarkan keputusan pengadilan. Selama belum menjadi keputusan pengadilan, maka berlaku azas praduga tidak bersalah,” pungkas Ilham Bintang. (rls/red)

Previous
« Prev Post
Show comments
Hide comments

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *