JAKARTA, Kabar7.ID – Komisi III DPR RI kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) di Ruang Rapat Komisi III DPR, Rabu, 18 Juni 2025.
Kali ini, Komisi III menyerap aspirasi dari akademisi Universitas Trisakti.
Dalam kesempatan itu, Mahasiswa Universitas Trisakti mengusulkan penjemputan paksa di mana penyidik mendatangi kediaman tersangka atau saksi dilakukan setelah mendapatkan izin tertulis dari pengadilan.
Mereka menilai hal itu untuk menjaga tindakan represif dari penyidik.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Relasi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Trisakti, Wildan Arif Husen.
“Di Pasal 30, usulan kami yang kedua di ayat 3 ini ada sedikit masukan mengenai Pasal 30 dalam ayat 2, dalam hal tersangka dan atau saksi menghindar dari pemeriksaan, penyidik dapat langsung mendatangi kediaman tersangka, dan atau saksi tanpa terlebih dahulu dilakukan pemanggilan,” ujar Wildan.
“Menurut kami, tambahan ayat 3 dalam ayat 2 ini untuk menjamin bahwa tindakan dari penyidik, khususnya dalam proses penyidikan seperti penggeledahan, penyitaan atau upaya paksa, berupa penjemputan yang kerap kali tidak sesuai dengan jam kerja itu harus mempertimbangkan juga prinsip-prinsip perlindungan saksi dan korban,” imbuhnya.
Wildan mengatakan, penjemputan paksa harus sejalan dengan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Menurutnya, hal ini menjadi syarat formil untuk tidak dilewatkan agar mencegah penyalahgunaan penyidikan.
“Di ayat 2 ini kami mengusulkan atau menyarankan untuk ditambahkan ayat. Ayat ketiganya, tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang berkaitan dengan upaya pengumpulan alat bukti, khususnya yang dapat berdampak pada hak privasi atau keselamatan saksi dan korban, wajib dilakukan dengan mengedepankan prinsip perlindungan saksi,” pungkasnya.
Kemudian, kata dia, pada ayat selanjutnya perlu dipertegas jika penjemputan paksa hanya dapat dilakukan setelah menerima izin dari pengadilan.
Dia menilai usulan itu untuk menjamin hak-hak saksi maupun tersangka.
“Lalu di ayat 3-nya, tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Ketua PN setempat,” ujarnya.
Menurutnya, seseorang yang dijemput paksa tidak otomatis menjadi tersangka. Dia mengatakan, pihaknya ingin mencegah hal-hal tersebut.
“Hal ini juga bertujuan untuk menjaga kontrol yudisial dan juga tindakan represif yang kerap kali dilakukan oleh pihak khususnya aparatur penegak hukum terhadap mahasiswa,” tuturnya. (*/red)
You are reading the newest post
Next Post »