Kabar Terbaru

Diberdayakan oleh Blogger.
Soal Kasus Ijazah, Jokowi: Ini Politik, Bukan soal Asli atau Palsu

By On Juli 27, 2025

Presiden ke-7 RI, Jokowi saat menghadiri reuni Fakultas Kehutanan UGM Angkatan 1980 di UGM, Sabtu, 26 Juli 2025. 

JAKARTA, Kabar7.ID Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menyebut, ijazah kelulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) miliknya dijadikan polemik, bukan sekadar soal keasliannya, namun polemik itu bermuatan politis.

“Sekali lagi, ini politik, bukan urusan asli dan tidak asli. Sudah tahu semuanya itu asli, tapi untuk kepentingan politik jadi terjadi hal seperti itu. Saya rasa itu saja yang ingin saya sampaikan. Saya nanti kayak curhat, tapi curhat ke teman-temannya boleh, kan,” ujar Jokowi dalam sambutannya saat acara reuni di Fakultas Kehutanan UGM, Sleman, DIY, Sabtu, 26 Juli 2025.

Menurutnya, salah satu kawan angkatannya yang menyebut acara reuni ini menjadi momen bernostalgia. Namun dia mengungkit kasus ijazah miliknya yang mengganjal momen menyenangkan itu.

“Tadi Pak Arif menyampaikan soal nostalgia, saya lihat senang semuanya. Eh jangan senang dulu lho. Karena ijazah saya masih diragukan. Hati-hati, nanti keputusan di pengadilan. Begitu keputusannya asli, Bapak-Ibu boleh senang. Tapi begitu tidak, yang 88 juga semuanya palsu. Saya kadang geleng-geleng juga. Kita ini, aduh... kok pada nggak masuk logika. Tapi ya kejadiannya, peristiwanya, seperti yang kita lihat,” ujar Jokowi.

Jokowi kemudian mencolek salah satu kawannya, Jambrung, yang sempat tak lulus berkali-kali di salah satu bidang studi. Dia berkelakar seharusnya Jambrung-lah yang patut dicurigai ijazah kelulusannya.

“Kita itu kuliah sulit-sulit, nggak, tapi kalau saya lulus semua, lulus terus, lulus terus. Beda kalau teman baik saya, Jambrong. Tadi ada nggak. Nah, kalau Pak Jambrung Sasono, seinget saya, dulu matematika sampai empat kali,” ujarnya.

“Nah, kalau yang diragukan Pak Jambrung, itu boleh, matematikanya mengulang terus. Saya tuh nggak pernah mengulang. Padahal beliau ini pinter banget. Saya nggak tahu kok matematikanya sampai delapan kali (mengulang),” imbunya.

Jokowi juga menyebut, bukan hanya ijazah kampusnya yang dijadikan polemik, tetapi juga skripsi hingga kewajiban KKN-nya. Padahal, kata dia, kewajiban KKN-nya itu telah dijalaninya pada 40 tahun silam.

“Begitu ijazahnya sulit dicari-cari salahnya, belok ke skripsi, skripsinya juga palsu. Skripsi itu dosen pembimbing skripsi saya itu Prof Dr Ir Achmad Soemitro, kemudian waktu itu diuji oleh Ir P Burhanudin dan Pak Sofyan Warsito, Ir Sofyan Warsito, diuji ada pengujinya. Diragukan lagi,” ujar Jokowi.

“Skripsi diragukan ganti lagi ke KKN. Ini dari ijazah lari ke skripsi, lari ke KKN. KKN-nya didatengi ke desanya. Wong kita juga KKN, tapi ya kalau suruh nginget-inget kan sudah 40 tahun, 40-45 tahun yang lalu. Kita masuk 45 tahun yang lalu, lulus, kalau saya 85,” pungkasnya. (*/red)

Ini Kata Istana soal Isu Amplop Kondangan Bakal Kena Pajak

By On Juli 26, 2025

Foto ilustrasi. 

JAKARTA, Kabar7.IDMenteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi buka suara soal isu amplop kondangan akan dikenai pajak.

Dia menegaskan, tak ada rencana pemerintah memajaki amplop kondangan.

Menurutnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan juga sudah memberikan keterangan.

“Direktorat Pajak kan sudah menjelaskan ya mengenai isu yang sedang ramai di publik bahwa akan ada pengenaan pajak terhadap sumbangan dari acara-acara pernikahan, tidak ada itu, belum,” kata Prasetyo kepada wartawan, di Kompleks Istana, Jakarta, Jumat, 25 Juli 2025. 

Diketahui sebelumnya, soal isu pajak untuk amplop kondangan bermula dari pernyataan anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, saat rapat dengar pendapat bersama Danantara dan Kementerian BUMN di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 23 Juli 2025.

“Kami dengar dalam waktu dekat orang yang mendapat amplop di kondangan dan di hajatan akan dimintai pajak oleh pemerintah. Nah, ini kan tragis, sehingga ini membuat rakyat kami hari ini cukup menjerit,” ujar Mufti.

Dia menilai, DJP sangat masif memungut pajak dari masyarakat sebagai upaya menambal defisit APBN akibat penerimaan negara yang berkurang karena dividen BUMN dialihkan ke BPI Danantara.

Pernyataan dari anggota dewan tersebut kemudian menuai beragam kritikan dan komentar dari warganet.

Menanggapi pernyataan tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kementerian Keuangan, Rosmauli menegaskan, pihaknya tidak memiliki rencana untuk mengenakan pajak terhadap amplop kondangan.

“Kami perlu meluruskan bahwa tidak ada kebijakan baru dari DJP maupun pemerintah yang secara khusus akan memungut pajak dari amplop hajatan atau kondangan, baik yang diterima secara langsung maupun melalui transfer digital,” ujar Rosmauli, kepada wartawan, Rabu, 23 Juli 2025.

Pernyataan tersebut, kata dia, muncul akibat kesalahpahaman terhadap prinsip dasar perpajakan yang berlaku secara umum. Menurutnya, tidak semua aktivitas bisa dikenakan pajak.

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) memang diatur bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis, termasuk hadiah atau pemberian uang, dapat menjadi obyek pajak.

Namun demikian, penerapannya tidak bisa dilakukan secara serta-merta dalam semua situasi.

“Jika pemberian tersebut bersifat pribadi, tidak rutin, dan tidak terkait hubungan pekerjaan atau kegiatan usaha, maka tidak dikenakan pajak dan tidak menjadi prioritas pengawasan DJP,” ujarnya. (*/red)

Soal Nasib Mantan Marinir Satria Arta Kumbara, Mensesneg Prasetyo Hadi: Pemerintah Sedang Cari Jalan Keluar Terbaik

By On Juli 26, 2025

Mantan Marinir TNI AL, Satria Arta Kumbara. 

JAKARTA, Kabar7.ID Pemerintah sedang mencarikan jalan keluar terbaik terkait mantan Marinir TNI AL, Satria Arta Kumbara yang kini menjadi tentara bayaran Rusia dan minta dipulangkan ke Indonesia dan memohon status Warga Negara Indonesia (WNI) tidak dicabut.

Hal itu dikatakan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi kepada awak media, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 25 Juli 2025.

“Sedang kami cari jalan keluar terbaik,” ujar Prasetyo.

Prasetyo mengatakan, telah dilakukan koordinasi Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Hukum, Panglima TNI Jenderal Agus Subianto dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali.

Diketahui sebelumnya, melalui akun TikTok @zstorm689, Satria menyampaikan pesan terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan Menteri Luar Negeri Sugiono.

Dalam video itu, Satria mengaku menyesal dan meminta maaf karena tidak memahami konsekuensi dari menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia. Keputusan itu menyebabkan status kewarganegaraan Indonesia miliknya otomatis hilang.

“Mohon izin, Bapak. Saya ingin memohon maaf sebesar-besarnya apabila ketidaktahuan saya menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia mengakibatkan dicabutnya kewarganegaraan saya,” ujar Satria dalam video tersebut. (*/red)

Mantan Marinir Satria Arta Minta Pulang dari Rusia, Kemenlu Sebut Sudah Komunikasi dengan Keluarga

By On Juli 25, 2025

Mantan Marinir Satria Arta Kumbara. 

JAKARTA, Kabar7.ID Mantan Marinir Satria Arta Kumbara kembali menjadi sorotan setelah video dirinya meminta untuk dipulangkan ke Indonesia beredar di media sosial.

Terkait hal itu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sudah berkomunikasi dengan keluarga dari mantan marinir TNI Angkatan Laut (AL) Satria Arta Kumbara yang ada di Indonesia.

Namun, pihak Kemenlu tidak mengungkap apa yang dibahas dengan keluarga dari mantan marinir yang mengikuti operasi militer di Rusia itu.

“Ya, kita sudah berkomunikasi dengan keluarganya yang ada di Indonesia,” kata Direktur Perlindungan WNI Kemenlu, Judha Nugraha kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 23 Juli 2025.

Kemenlu, kata Judha, juga sudah berkomunikasi dengan Kementerian Hukum soal permintaan Satria Arta Kumbara yang minta dipulangkan ke Indonesia.

Namun, kata dia, isu utama terkait Satria Arta Kumbara adalah soal status kewarganegaraannya.

“Nah, untuk teknis etiknya bisa ditanyakan kepada Kementerian Hukum, namun rujukan hukum yang kita gunakan itu adalah Undang-Undang 12 Tahun 2006 mengenai kewarganegaraan, dan juga PP 2 Tahun 2007 mengenai pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut,” ujar Judha.

Dalam kasus itu, kata Judha, pihaknya mengikuti prosedur yang ada. Namun diia memastikan, seseorang yang berstatus sebagai warga negara Indonesia (WNI) berhak mendapatkan perlindungan dari pemerintah.

“Dari sisi kami, tentunya dalam konteks perlindungan warga negara Indonesia, maka yang berhak untuk mendapatkan perlindungan itu adalah warga negara Indonesia,” ujarnya.

“Namun, dalam konteks kemanusiaan, kita juga tetap menjalin komunikasi, karena keluarganya kan juga ada di Indonesia,” imbuhnya.

Sementara itu, Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas menegaskan, status WNI milik Satria Arta Kumbara otomatis hilang ketika manta marinir itu memilih bergabung dengan tentara asing di Rusia.

“Saya tegaskan, tidak ada proses pencabutan kewarganegaraan Satria Arta Kumbara menjadi WNI, tapi yang bersangkutan kehilangan kewarganegaraan secara otomatis," ujar Supratman dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 22 Juli 2025.

Kementerian Hukum, kata Supratman, belum menerima laporan resmi terkait status Satria Arta Kumbara sebagai tentara asing.

Adapun jika ingin kembali menjadi WNI, kata Supratman, Satria Arta Kumbara harus mengajukan permohonan kepada Presiden.

“Jika memang yang bersangkutan terbukti menjadi tentara asing, maka otomatis kehilangan status kewarganegaraan. Jika ingin kembali menjadi WNI, maka yang bersangkutan harus mengajukan permohonan pewarganegaraan kepada Presiden melalui Menteri Hukum,” ujarnya.

“Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007, yang merupakan bagian dari proses pewarganegaraan (naturalisasi murni),” imbuhnya.

Diketahui, mantan marinir Satria Arta Kumbara kembali menjadi sorotan setelah video dirinya meminta untuk dipulangkan ke Indonesia beredar di media sosial.

Satria dikabarkan menghadapi pencabutan status kewarganegaraan Indonesia oleh otoritas Rusia sehingga dia meminta untuk dapat kembali ke Tanah Air.

Melalui akun TikTok @zstorm689 pada Minggu, 20 Juli 2025, Satria menyampaikan pesan terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan Menteri Luar Negeri Sugiono.

Satria Arta Kumbara mengatakan, dirinya tidak pernah berniat mengkhianati negara. Dia menyebut, keputusan untuk bergabung dengan militer asing semata-mata didorong oleh kebutuhan ekonomi.

“Saya datang ke Rusia hanya untuk mencari nafkah. Wakafa billahi, cukuplah Allah sebagai saksi,” ujarnya dengan nada penuh penyesalan.

“Mohon izin, Bapak. Saya ingin memohon maaf sebesar-besarnya apabila ketidaktahuan saya menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia mengakibatkan dicabutnya warga negara saya,” ujarnya. (*/red)

LHKPN Terbaru Wapres Gibran, Jumlah Harta Rp 27,5 Miliar

By On Juli 25, 2025

Wapres Gibran Rakabuming Raka. 

JAKARTA, Kabar7.IDKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merilis dokumen Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Wakil Presiden (Wapres), Gibran Rakabuming Raka yang terbaru.

Gibran tercatat memiliki harta Rp 27,5 miliar.

Dalam dokumen LHKPN yang dilihat, pada Rabu, 23 Juli 2025, Gibran tercatat menyerahkan LHKPN khusus untuk awal menjabat pada 28 Maret 2025.

LHKPN itu telah terverifikasi lengkap dan berisi daftar harta Gibran hingga 2024.

Berikut daftar harta Gibran berdasarkan LHKPN tersebut:

Tanah dan Bangunan:

1. Tanah 500 meter persegi dan bangunan 300 meter persegi di Surakarta Rp 6 miliar

2. Tanah 2.000 meter persegi dan bangunan 2.000 meter persegi di Sragen Rp 2,6 miliar

3. Tanah 2.000 meter persegi dan bangunan 2.000 meter persegi di Sragen Rp 2,6 miliar

4. Tanah 112 meter persegi dan bangunan 112 meter persegi di Surakarta Rp 1,5 miliar

5. Tanah 113 meter persegi di Surakarta Rp 700 juta

6. Tanah seluas 896 meter persegi di Surakarta Rp 1,7 miliar

7. Tanah seluas 1.124 meter persegi di Surakarta Rp 2,2 miliar

Seluruh tanah dan bangunan tersebut berstatus hasil sendiri. Total nilainya Rp 17,4 miliar.

Alat Transportasi:

1. Motor Honda Scoopy Tahun 2015 Rp 7 juta

2. Motor Honda CB-125 Tahun 1974 Rp 5 Juta

3. Motor Royal Enfield Tahun 2017 Rp 40 juta

4. Toyota Avanza Tahun 2016 Rp 85 juta

5. Toyota Avanza Tahun 2012 Rp 55 juta

6. Isuzu Panther Tahun 2012 Rp 60 juta

7. Daihatsu Grand Max Tahun 2015 Rp 60 juta

Seluruh kendaraannya berstatus hasil sendiri. Total nilainya Rp 312 juta.

Gibran juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 280 juta, surat berharga senilai Rp 5,5 miliar, serta kas dan setara kas Rp 3,9 miliar.

Gibran tak tercatat memiliki utang sehingga total hartanya Rp 27,5 miliar.

Gibran rutin melaporkan LHKPN ke KPK sejak menjadi calon Walikota Surakarta dan selama menjadi Walikota.

Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini juga melaporkan harta saat menjadi calon Wakil Presiden. (*/red)

Soal Fenomena Baru “Serakahnomics”, Prabowo: Tunggu Tanggal Mainnya!

By On Juli 21, 2025

Prabowo Subianto. 

JAKARTA, Kabar7.ID Presiden Prabowo Subianto menilai adanya cara pandang atau mahzab baru dalam ekonomi, yakni serakahnomics.

Menurut Prabowo, dirinya telah memperingatkan pihak yang serakah itu, namun tidak jera.

“Kekayaan kita luar biasa, tapi maling-maling juga luar biasa. Kalian luar biasa, nggak jera-jera. Sudah dikasih warning berkali-kali, masih aja. Saya sedih,” kata Prabowo saat menghadiri Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Minggu, 20 Juli 2025.

Prabowo mengatakan, perilaku serakah ini tidak lagi bisa dimaknai dengan akal sehat. Ia menyebut, apa yang dilakukan kelompok tersebut adalah bentuk kerakusan yang tak tertulis dalam teori ekonomi manapun.

“Ini bukan lagi soal masuk akal atau tidak. Mereka ini sudah berada di level serakah. Mazhab baru ini saya sebut serakahnomics,” tegasnya.

Prabowo menilai, mazhab serakahnomics tidak memiliki dasar keilmuan di dunia akademik, baik secara teori maupun praktik.

Dia pun menyindir, perilaku semacam ini tidak pernah diajarkan di universitas ekonomi mana pun.

“Serakahnomics ini sudah lewat. Nggak ada di buku, nggak ada di universitas. Ini ilmu serakah. Tapi ya, tunggu tanggal mainnya,” pungkasnya.

Dia juga menegaskan, kerakusan dalam pengelolaan kekayaan negara bukan hanya merugikan negara secara fiskal, tetapi juga menyengsarakan rakyat. Ia berjanji akan mengambil tindakan tegas di waktu yang tepat. (*/red)

Soal RUU KUHAP, Wamenkum Eddy Hiariej Sebut UU Tipikor Tetap Lex Specialis

By On Juli 19, 2025

Wamenkum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej. 

JAKARTA, Kabar7.ID Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHAP) yang kini sedang dibentuk oleh Legislatif dan Eksekutif tidak akan mengatur soal penanganan korupsi karena kasus korupsi sudah punya Undang-Undangnya sendiri.

Demikian dikatakan Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej kepada wartawan, Jumat, 18 Juli 2025.

“Berdasarkan postulat lex specialis derogat legi generali, yang berlaku adalah hukum acara yang ada dalam Undang-Undang Tipikor,” ujarnya.

Dia menjelaskan, lex specialis derogat legi generali adalah asas hukum yang bermakna “aturan yang lebih khusus mengesampingkan aturan yang lebih umum”.

Menurutnya, UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) adalah aturan yang lebih khusus dan UU KUHAP adalah aturan yang lebih umum.

Korupsi, kata dia, merupakan tindak pidana luar biasa (extraordinary crime).

Eddy mengatakan, pemberlakuan hukum acara yang bersifat khusus tidak hanya untuk korupsi, tetapi juga tindak pidana khusus lainnya seperti terorisme dan narkotika.

“Situasi seperti ini sama persis ketika Tindak Pidana Korupsi dimasukkan dalam KUHP. Saat itu, ada kekhawatiran akan melemahkan pemberantasan korupsi. Faktanya, KUHP baru telah disahkan sejak 2 Januari 2023 dan KPK tetap bekerja secara optimal dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi,” tuturnya.

Eddy juga mengatakan, draf RUU KUHAP yang saat ini sedang dibahas telah mengandung pengecualian untuk penyidik di Kejaksaan, KPK, dan TNI.

“Ada sejumlah Pasal dalam RUU KUHAP seperti penyelidikan, pengawasan penyidikan, penghentian penyidikan, penangkapan, penahanan, dan beberapa upaya paksa dalam RUU KUHAP dikecualikan untuk penyidik di Kejaksaan, KPK, dan TNI," ujar Eddy.

“Hal ini secara eksplisit tertulis di beberapa pasal dalam RUU KUHAP. Artinya, yang berlaku bukanlah KUHAP,” pungkasnya. (*/red)

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *